A.
Hakikat
Pengertian Manusia
Hakikat manusia
adalah seperangkat gagasan atau konsep yang mendasar tentang manusia dan makna
eksistensi manusia di dunia. Pengertian hakikat manusia berkenaan dengan
“prinsip adanya” manusia. Dengan kata lain, pengertian hakikat manusia menjadi
apa yang terwujud, “sesuatu yang olehnya” manusia memiliki karakteristik yang
khas “sesuatu yang olehnya” ia merupakan sebuah nilai yang unik, yang memiliki
suatu martabat khusus[1].
Manusia menurut
ilmu sosiologi, manusia adalah makhluk hidup, dan kehidupannya tidak dapat
dipisahkan dari hidup berkelompok. Manusia sejak lahir sudah membutu
Manusia menurut
ilmu filsuf, manusia adalah makhluk yang dapat berpikir, dan dengan berpikirnya
manusia menunjukkan eksistensinya dan perannya. Pikiran manusia tidak ubahnya
seperti bibit atau benih tanaman jika benih ini tumbuh di tempat yang subur,
maka akan menghasilkan buah yang bermanfaat bagi dirinya dan bagi lingkungannya[3].
Menurut para
filsuf bahwa manusia lahir dengan potensi kodrat berupa cita, rasa, dan karsa.
Cipta adalah kemampuan spiritual yang secara khusus mempersoalkan nilai
kebenaran. Rasa adalah kemampuan spiritual yang secara khusus mempersoalkan
nilai keindahan. Sedangkan karsa adalah kemampuan spiritual yang secara khusus
mempersoalkan nilai kebaikan. Dengan ketiga potensi itu manusia selalu
terdorong untuk ingin tahu dan bahkan mendapatkan nilai-nilai kebenaran,
keindahan dan kebaikan yang terkandung dalam segala sesuatu yang ada.
Selanjutnya,
menurut para filsuf manusia merupakan makhluk yang berpengetahuan, juga sebagai
makhluk yang berpendidikan. Dengan kemampuan pengetahuan yang benar, manusia
berusaha menjaga dan mengembangkan kelangsungan hidupnya. Manusia berusaha
mengamalkan pengetahuannya dalam kehidupan sehari-hari. Dalam perilaku
sehari-hari, pengetahuan menjadi moral, dan kemudian menjadi etika kehidupan,
sedemikian rupa sehingga perilaku adalah kecenderungan untuk
dipertanggungjawabkan kelangsungan dan perkembangan hidup dan kehidupannya
sepenuhnya.
Dengan
pengetahuan dan pendidikan manusia menjadi makhluk yang berkebudayaan, dan
berperadaban. Dengan kegiatan pendidikan dan pembelajaran, manusia mendapatkan
ilmu pengetahuan yang sarat dengan nilai-nilai kebenaran baik yang universal,
abstrak, teoritis, maupun praktis. Nilai kebenaran selanjutnya mendorong terbentuknya
sikap dan perilaku yang arif dan berkeadilan.
Aspek-aspek
hakikat manusia antara lain:
1.
Manusia sebagai makhluk tuhan.
Manusia adalah subjek yang memiliki kesadaran dan penyadaran diri. Karena itu
manusia sebagai subjek menyadari keberadaannya, ia mampu membedakan dirinya
dengan sesuatu di luar dirinya.
2.
Manusia sebagai kesatuan badan
dan roh. Terdapat paham mengenai aspek apakah yang esensial pada diri manusia,
badannya atau jiwa/rohnya yaitu materialism, idealisme dan dualisme.
3.
Manusia sebagai makhluk sosial.
Masyarakat terbentuk dari individu-individu, maju mundurnya suatu masyarakat
akan ditentukan oleh individu-individu yang membangunnya. Oleh karena itu
manusia adalah pribadi dan adanya pengaruh hubungan timbal balik antara
individu dan sesamanya maka idealnya situasi hubungan antara individu dengan
sesamanya itu tidak merupakan hubungan antara subjek dan objek, melainkan
subjek dengan subjek.
4.
Manusia sebagai makhluk individu.
Manusia sebagai individu atau pribadi merupakan kenyataan yang rill dalam
kesadaran manusia. sebagai individu manusia adalah satu kesatuan yang tak dapat
dibagi, memiliki perbedaan dengan manusia lainnya sehingga bersifat unik, dan
merupakan subjek otonom
5.
Manusia sebagai makhluk
berbudaya. Manusia memiliki inisiatif dan kreatif menciptakan kebudayaan, hidup
berbudaya dan membudaya. Kebudayaan bukan sesuatu yang ada di luar manusia,
bahkan hakikat meliputi perbuatan manusia itu sendiri. Manusia tidak lepas dari
kebudayaan, bahkan manusia itu baru menjadi manusia karena dan bersama
kebudayaan.
B.
Pengertian
pendidikan
Pendidikan
menurut undang-undang RI No. 20 Tahun 2003 Tentang SISDIKNAS yaitu Pendidikan
adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses
pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya
untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian,
kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya,
masyarakat, bangsa dan negara.[4]
Pendidikan
menurut John Dewey yaitu proses tanpa akhir. Dan pendidikan merupakan proses
pembentukan kemampuan dasar yang fundamental.[5] Menurut Immanuel Kant, Pendidikan
adalah proses yang menjadikan manusia yang seutuhnya, artinya manusia hanya
dapat menjadi manusia karena dan oleh pendidikan[6].
Dari pendapat Kant itu, dapat disimpulkan bahwa manusia yang tidak dikenalkan
dengan pendidikan bukanlah manusia yang seutuhnya, artinya manusia tidak dapat
menjalankan fungsinya sebagai manusia tanpa adanya pendidikan.
Sedangkan menurut Ki Hajar Dewantara, Pendidikan yaitu
tuntunan di dalam hidup tumbuhnya anak-anak, adapun maksudnya, pendidikan yaitu
menuntun segala kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak, agar mereka sebagai
manusia dan sebagai anggota masyarakat dapatlah mencapai keselamatan dan
kebahagiaan yang setinggi-tingginya.[7]
C.
Sistem Pendidikan Nasional
Dalam pengertian umum yang dimaksud dengan sistem adalah
jumlah keseluruhan dari bagian-bagiannya yang saling bekerja sama untuk
mencapai hasil yang diharapkan berdasarkan kebutuhan yang telah ditentukan.
Secara teoritis, suatu sistem pendidikan terdiri dari komponen-komponen atau
bagian-bagian yang menjadi inti dari proses pendidikan.[8]Adapun
komponen atau faktor-faktor tersebut terdiri dari:
1.
Tujuan
Tujuan
disebut juga cita-cita pendidikan berfungsi untuk memberikan arah terhadap
semua kegiatan dalam proses pendidikan.
2.
Peserta
didik
Fungsi dari
peserta didik adalah sebagai objek dan sekaligus sebagai subjek pendidikan.
Sebagai objek, peserta didik tersebut menerima perlakuan-perlakuan tertentu,
tetapi dalam pendangan pendidikan modern, peserta didik lebih dekat dikatakan
subjek atau pelaksanan pendidikan.
3.
Pendidik
Pendidik
berfungsi sebagai pembimbing pengaruh, untuk menumbuhkan aktivitas peserta
didik dan sekaligus sebagai pemegang tanggung jawab terhadap pelaksana
pendidikan.
4.
Alat
pendidikan
Maksudnya
adalah segala sesuatu yang dapat digunakan untuk mencapai tujuan pendidikan
yang berfungsi untuk mempermudah atau mempercepat tercapainya tujuan
pendidikan.
5.
Lingkungan
Lingkungan
yang dimaksudkan adalah lingkungan sekitar yang dengan sengaja digunakan
sebagai alat dalam proses pendidikan. Lingkungan berfungsi sebagai wadah atau
lapangan terlaksananya proses pendidikan[9].
Masing-masing
komponen dalam sistem pendidikan yaitu saling terkait satu sama lain. Bagaikan
motor, tidak akan berfungsi sebagaimana fungsinya jika salah satu komponen dari
motor itu tidak ada atau rusak. Seperti itulah pendidikan setiap komponen di
dalamnya memiliki peran yang sangat urgent sehingga dapat tercapai fungsi dan
tujuan pendidikan.
D.
Hubungan Manusia
Dengan Komponen-komponen Pendidikan
Pembahasan
tentang manusia amat erat kaitannya dengan pendidikan. Pendidikan dilakukan
oleh manusia untuk manusia. Yakni yang menyelenggarakan pendidikan, yang
bertugas mendidik, yang mengolah administrasi pendidikan, yang menjadi subjek
dan objek pendidikan adalah manusia. Oleh karena itu pemahaman tentang manusia
yang berada dalam berbagai posisi tersebut menjadi penting.
Dalam merumuskan
berbagai komponen pendidikan, mulai dari visi, misi, tujuan, kurikulum, tenaga
pengajar, kepemimpinan, pengolahan dan lingkungan senantiasa bertitik tolak
dari pandangan atau pemikiran tentang manusia. Oleh karena itu menentukan
tentang pandangan atau pemikiran tentang manusia ini menjadi amat penting.[10]
Hubungan antara
konsep manusia dengan berbagai komponen pendidikan ini dapat dijelaskan secara
singkat sebagai berikut:
1.
Visi, misi, tujuan dan hakikat
pendidikan
Visi adalah jawaban
dari pertanyaan kita akan menjadi apa? Sedangkan misi adalah jawaban atas
pertanyaan apa yang dikerjakan? Kemudian tujuan adalah jawaban dari pertanyaan
apa yang kan kita capai? Dan hakikat adalah jawaban dari pertanyaan apakah
esensi masalah tersebut?
Dengan
pertanyaan-pertanyaan tersebut dan dengan mengacu kepada penjelasan tentang
manusia dengan berbagai potensinya itu, maka visi pendidikan adalah
perkembangan pembangunan yang berkelanjutan. Visi ini sejalan dengan konsep
manusia sebagai makhluk budaya yang memiliki citra, rasa, dan karsa. Dengan
mengembangkan pembangunan yang berkelanjutan atau penciptaan kebudayaan yang
berkelanjutan, maka dapat merasakan manfaat dari pendidikan tersebut. Untuk
mengukurnya, ada tiga pilar yang bisa digunakan. Pilar pertama, lembaga
pendidikan seharusnya memberikan anak didiknya pengetahuan seputar profesi ke
mana setelah lulus? Bekerja sebagai apa? Dengan cara ini anak dapat secara
ekonomis memperhitungkan masa depannya. Pilar kedua, adalah kebudayaan
dan kemanusiaan. Sebuah lembaga pendidikan seharusnya mampu membuat anak didik
berkebudayaan, berdemokrasi, dan menjunjung tinggi hak asasi manusia yang kini
ditegakkan di dunia. Karakter ini dapat tercermin dari hal kecil. Dalam mengambil
keputusan strategis misalnya, maka sekolah yang baik akan melibatkan anak didik
dan orangtuanya. Pilar ketiga, adalah ekologi dan lingkungan. Sebuah
lembaga pendidikan seharusnya menangkap semangat zaman yang sangat
memperhatikan kondisi bumi. Artinya, penggunaan energi harus dibatasi,
informasi seputar penyakit seperti HIV/AIDS disampaikan, dan pengetahuan
tentang pemanasan global diberikan. Arif Rahman dalam bukunya merancang masa
depan anak “yang saya inginkan dari sekolah bukanlah mengembangkan kemampuan
otak siswa saja, tetapi juga kekuatan sikap. Salah satu kekuatan sikap yang
babak belur di Indonesia adalah masalah kejujuran.”[11]
Jika visi
dicermati dengan seksama, tampak sangat dipengaruhi oleh konsep-konsep manusia,
yaitu sebagai makhluk yang harus bekerja dengan bekal pengetahuan dan
keterampilan, harus mengembangkan citra, rasa, dan karsanya dengan berbudaya,
memberikan perhatian dan kepedulian terhadap lingkungan nya, serta sebagai
makhluk yang harus memiliki keseimbangan antara kecerdasan intelektual dan
kecerdasan spiritual.
Sejalan dengan
visi tersebut, maka yang harus dilakukan untuk menuju ketercapaian visi
tersebut adalah 1) Mendekatkan diri anak secara spiritual kepada Allah,
sehingga ia memiliki tujuan hidup jangka panjang, kehidupan yang bermakna,
serta merasa diawasi oleh Allah Swt, senantiasa syukur dan ikhlas dalam
menjalani kehidupan, baik dalam suka maupun duka. 2) Secara emosional membuat
anak mempunyai kepribadian matang dan akhlak mulia. 3) Secara intelektual
mencerdaskan dan memberikan keterampilan, serta 4) Secara sosial melati
kemandirian dan menjadi anak warga negara Indonesia yang baik[12].
Sejalan dengan
visi dan misi pendidikan tersebut di atas, maka tujuan pendidikan dapat
dirumuskan sebagai usaha untuk mewujudkan manusia seutuhnya, yaitu manusia yang
tergali, terbina dan terlatih potensi intelektual, spiritual, emosional,
sosial, fisiknya, sehingga dapat menolong dirinya, masyarakat, bangsa dan
negaranya. Dengan kata lain, bahwa tujuan pendidikan adalah membentuk manusia
seutuhnya (insan kamil).
2.
Kurikulum pendidikan
Sejalan dengan
konsep manusia, maka muatan kurikulum yang harus diberikan kepada peserta didik
adalah mata pelajaran yang terkait dengan pengembangan intelektual dan
keterampilan, materi yang terkait dengan pengembangan spiritual, materi yang
terkait dengan pengembangan kecerdasan sosial, serta materi yang terkait dengan
pembinaan fisiknya.[13]
Sehubungan
dengan berbagai materi tersebut maka berbagai mata pelajaran yang harus
diberikan kepada peserta didik adalah mata pelajaran yang terkait dengan
pengembangan intelektual, seperti mata pelajaran logika, matematika, fisika,
dan berbagai ilmu pengetahuan lainnya. Selanjutnya, berkenaan dengan materi
yang terkait dengan pengembangan spiritual maka diberikan pelajaran agama,
khususnya materi yang diberikan dengan keimanan, ibadah dan tasawuf. Adapun
materi yang terkait dengan pengembangan emosional antara lain, mata pelajaran
tentang estetika, sastra, akhlak mulia, khususnya tentang ajaran simpati dan
empati. Dan pelajaran yang disajikan untuk Ibtidaiyah, Tsanawiyah, dan Aliyah
berbeda sehingga ada tingkatan yang membedakan pembelajaran itu.
3.
Metode proses belajar mengajar
Proses belajar mengajar pada dasarnya adalah
kegiatan interaksi komunikasi antara guru dan murid dalam rangka menyampaikan
ilmu pengetahuan, wawasan dan sebagainya. Proses belajar mengajar yang baik
adalah proses belajar mengajar yang menyenangkan, menggairahkan mencerahkan dan
efektif. Untuk itu diperlukan pemahaman karakter jiwa anak didik. Pemahaman terhadap
konsep jiwa manusia sangat membantu dalam merumuskan konsep metode proses
belajar mengajar. Di dalam psikologi misalnya dijumpai aliran nativisme yang
menekankan pada segi-segi pembawaan yang dibawa sejak lahir; aliran empirisme
yang menekankan pengaruh lingkungan; dan aliran yang menekankan perpaduan
antara pengaruh dalam diri anak dan lingkungan sekitar. Dari beberapa teori
tersebut, maka akan lahir metode dan pendekatan dalam kegiatan belajar
mengajar. Dari segi nativisme, akan lahir pelajaran yang berpusat pada guru,
dengan menggunakan metode ceramah, teladan, bimbingan, dan nasihat. Dari teori
empirisme akan lahir pendekatan yang berpusat pada siswa dengan metodenya
seperti pemecahan masalah, penemuan, penugasan, dan sebagainya. Selanjutnya
teori konvergensi akan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar